05 Agustus 2009

BAHASA MANDAILING

Pada waktu belakangan ini mulai dikembangkan oleh orang-orang tertentu suatu konsep yang salah mengenai bahasa yang digunakan oleh masyarakat Mandailing. Mereka menyebut bahasa yang digunakan oleh masyarakat Mandailing sebagai bahasa Angkola Mandailing. Secara cultural sebenarnya tidak ada bahasa Angkola Mandailing. Karena kalau kita tanyakan kepada orang Mandailing bahasa apa yang dipakainya, sudah pasti orang yang bersangkutan akan menjawab bahwa bahasa yang dipakainya ialah bahasa Mandailing. Dia tidak akan mengatakan bahasa Angkola Mandailing. Dan kalau kita tanyakan kepada orang Angkola, bahasa apa yang dipakainya, sudah tentu ia akan menjawab bahasa Angkola. Keadaan yang demikian itu membuktikan bahwa tidak ada bahasa Angkola Mandailing.

Kenyataan memang menunjukkan bahwa orang Mandailing dan orang Angkola menggunakan satu bahasa yang sama. Tapi orang Angkola mengakui bahwa bahasa yang dipakainya atau bahasa ibunya ialah bahasa Angkola dan orang Mandailing mengakui bahwa bahasa ibunya ialah bahasa Mandailing.

Dalam hal ini dapat kita gunakan pendapat pakar bahasa H.N. Van Der Tuuk untuk menjelaskan persoalannya. Van Der Tuuk pernah melakukan penelitian mengenai bahasa Mandailing dan beberapa bahasa etnis lainnya yang terdapat di Sumatera Utara. Dari hasil penelitiannya mengenai bahasa Mandailing, Van Der Tuuk mengemukakan (1971: XLVII), "Dengan mengacu ke pantai barat Sumatera, dengan aman dapat dikatakan bahwa bahasa Mandailing meluas dari Ophir atau pegunungan Pasaman di sebelah selatan sampai ke perbatasan bagian utara dari Sipirok dan Batang Toru. Bahasa Mandailing terbagi menjadi bahasa Mandailing utara (juga disebut bahasa Angkola) dan bahasa Mandailing selatan. Belum mungkin untuk merumuskan batas-batas yang pasti di antara keduanya".



Keterangan atau pendapat Van Der Tuuk ini menunjukkan dengan jelas sekali bahwa bahasa orang Mandailing dan bahasa orang Angkola ialah bahasa Mandailing. Tetapi bahasa Mandailing yang digunakan oleh orang Angkola disebut juga bahasa Angkola. Dengan demikian jelas pulalah bahwa sebenarnya tida ada bahasa Angkola Mandailing seperti yang belakangan ini mulai disebut-sebut oleh orang-orang tertentu. Perbuatan yang demikian itu benar-benar merupakan suatu kekeliruan (untuk tidak menyebut manipulasi) yang seharusnya tidak dilakukan oleh sarjana bahasa, yang seharusnya mengetahui tentang prinsip dan sikap emik dan etik dalam mengemukakan pendapat mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kebudayaan, termasuk mengenai bahasa sebagai salah satu unsure kebudayaan yang sangat penting.

Bahasa Mandailing (khususnya yang digunakan oleh kelompok etnis atau masyarakat Mandailing pada masa yang lalu) atau yang disebut oleh Van Der Tuuk sebagai bahasa Mandailing utara, terdiri dari lima ragam. Masing-masing dinamakan oleh orang Mandailing sebagai:

1. HataSomal
2. Hata Andung
3. Hata Teas Dohot Jampolak
4. Hata Sibaso
5. Hata Parkapur

Hata Somal ialah ragam bahasa Mandailing yang dipergunakan oleh orang-orang Mandailing dalam percakapan sehari-hari sampai pada saat ini.

Hata Andung ialah semacam ragam bahasa sastra, yang pada masa dahulu khusus digunakan oleh orang-orang Mandailing pada waktu meratapi jenasah dalam upacara kematian. Juga digunakan oleh gadis ketika ia meratap di hadapan orang tuanya pada saat akan berangkat meninggalkan mereka untuk selanjutnya dibawa ke rumah keluarga calon suaminya.

Hata Taes Dohot Jampolak ialah ragam bahasa caci-maki yang khusus digunakan ketika terjadi hal-hal yang tidak baik (pertengkaran atau perkelahian).

Hata Sibaso ialah ragam bahasa yang khusus digunakan oleh tokoh Sibaso (medium perantara alam nyata dan alam gaib) ketika berada dalam keadaan kesurupan (kerasokan) dan juga digunakan oleh Datu (penyembuh tradisional) pada waktu melakukan pengobatan.

Hata Parkapur ialah ragam bahasa sirkumlokusi yang khusus digunakan ketika orang berada di tengah hutan. Pada masa yang lalu digunakan oleh orang-orang Mandailing pencari kapur barus ketika berada dalam hutan. Itulah sebabnya maka ragam bahasa tersebut dinamakan hata parkapur.

Bahasa Daun-daunan

Di samping kelima macam ragam bahasa yang telah dikemukakan di atas, pada masa lalu masyarakat Mandailing juga memiliki satu ragam bahasa yang lain yang dinamakan hata bulung-bullung (ertinya daun-daunan). Ch. A. van Ophuysen menamakannya bladerentaal.

Berbeda dari bahasa yang biasa, yang digunakan sebagai kata-kata dalam hata bulung-bulung ialah daun tumbuh-tumbuhan yang dalam bahasa Mandailing disebut bulung-bulung.

Daun-daunan yang digunakan ialah daun-daunan yang namanya punya persamaan bunyi dengan kata-kata yang terdapat dalam bahasa Mandailing. Misalnya ialah daun tumbuh-tumbuhan yang bernama sitarak digunakan untuk menyampaikan kata marsarak (berpisah). Daun tumbuh-tumbuhan yang bernama pau (pakis) digunakan untuk menyampaikan kata diau (pada saya). Daun yang tumbuh-tumbuhan yang bernama sitanggis (setanggi) digunakan untuk menyampaikan perkataan tangis (menangis). Daun tumbuh-tumbuhan yang bernama podom-podom digunakan untuk menyampaikan perkataan modom (tidur). Daun tumbuh-tumbuhan yang bernama hadungdung digunakan untuk menyampaikan perkatan dung (setelah). Dan daun tumbuh-tumbuhan yang bernama sitata digunakan untuk menyampaikan perkataan hita (kita).

Kalau misalnya daun hadungdung bersama-sama dengan daun sitata, daun sitarak, daun sitanggis dan daun podom-podom dikirimkan oleh seorang pemuda kepada kekasihnya, maka sang kekasih akan mengerti bahwa sang pemuda mengatakan kepadanya: "dung hita marsarak jolo tangis au anso modon". Artinya "setelah kita berpisah, menangis saya dahulu baru bisa tertidur".

Pada masa yang lalu, bahasa daun-daun biasanya digunakan oleh muda-muda (naposo na uli bulung) dalam masyarakat Mandailing, terutama pada waktu mereka berpacaran. Dalam hal ini, dapat dikemukakan bahwa pada masa yang lalu kegiatan berpacaran (asmara) antara pemuda dan pemudi dalam masyarakat Mandailing sama sekali tidak boleh dilakukan secara terbuka. Hubungan dan kegiatan berpacaran harus dirahasiakan atau dilakukan secara rahsia. Oleh karena itu, jika dua orang muda yang berpacaran hendak menyampaikan sesuatu di antara mereka, maka mereka menggunakan bahasa daun-daunan. Dan jika seorang kekasih hendak menyampaikan daun-daunan sebagai "surat cinta" kepada pacarnya, dia harus melakukannya secara rahasia. Misalnya dengan meletakkan daun-daunan tersebut di satu tempat tertentu yang sudah mereka sepakati dan tidak diketahui orang lain. Secara sembunyi-sembunyi mereka yang berpacaran itu akan mengunjungi tempat rahasia tersebut secara bergiliran, untuk melihat apakah di tempat itu terdapat "surat cinta" yang terdiri dari daun-daunan.

Kalau dua orang yang sedang berpacaran hendak berdialog secara langsung, mereka akan melakukannya dengan cara yang disebut markusip (berbisik). Kegiatan markusip dilakukan pada waktu tengah malam agar tidak diketahui oleh orang lain. Dalam hal ini, pemuda dengan cara sembunyi-sembunyi mendatangi rumah tempat kekasihnya tidur. Kemudian dengan menggunakan sandi atau kode sang pemuda akan membangunkan kekasihnya dari balik dinding rumah tersebut. Untuk membangunkan sang kekasih, biasanya pemuda menjentik-jentik dinding rumah dengan jari tangannya secara perlahan-lahan. Dalam hal ini, biasanya sang kekasih memang sudah menunggu kedatangan kekasihnya untuk markusip pada waktu-waktu tertentu tengah malam. Oleh karena itu sang pemuda cukup menjentik dinding rumah beberapa kali untuk memberitahukan bahwa dia sudah datang dan berada di balik dinding. Kadang-kadang untuk memberitahu kehadirannya di balik dinding sang pemuda membunyikan alat musik yang dinamakan tulila yang suaranya halus sekali. Bila sang gadis sudah mengetahui kehadiran kekasihnya di balik dinding, maka mulailah mereka berdailog secara berbisik-bisik. Dialog antara dua orang yang markusip biasanya dihiasi dengan pantun-pantun percintaan yang romantis. Dan tidak jarang pula dihiasi dengan musik yang dimainkan dengan alat tiup yang terbuat dari ruas bambu (buluh) yang relatif sangat kecil, sehingga suaranya sangat halus. Alat musik yang khusus digunakan pada waktu markusip itu dinamakan tulila.

Pada masa sekarang, bahasa daun-daunan (hata bulung-bulung), dan penggunaannya sudah hilang dari tradisi budaya Mandailing. Demikian pulanya dengan ragam-ragam bahasa yang tersebut di atas. Yang masih terus digunakan oleh warga masyarakat Mandailing di negeri mereka ialah hata soma (ragam bahasa sehari-hari). Sedangkan ragam bahasa yang lainnnya, boleh dikatakan sudah hampir punah sama sekali. Karena selama ini warga masyarakat Mandailing tidak berusaha untuk melestarikannya. Kepunahan ragam-ragam bahasa Mandailing yang sangat kaya itu sangat merugikan kelompok etnis Mandailing, bahkan merugikan bangsa Indonesia. Karena ragam bahasa tersebut merupakan kekayaan budaya etnis, yang kalau sudah punah hampir mustahil untuk menghidupkannya kembali.

29 Juli 2009

BAGAS GODANG DAN SOPO GODANG

(bagas godang)
Bagas Godang (Rumah Raja) senantiasa dibangun berpasangan dengan sebuah balai sidang adat yang terletak di hadapan atau di samping Rumah Raja. Balai sidang adat tersebut dinamakan Sopo Sio Rancang Magodang atau Sopo Godang. Bangunannya mempergunakan tiang-tiang besar yang berjumlah ganjil sebagai-mana jumlah anak tangganya. Untuk melambangkan bahwa pemerintahan dalam Huta adalah pemerintahan yang demokratis, maka Sopo Godang dibangun tanpa di dinding.

Dengan cara ini, semua sidang adat dan pemerintahan dapat dengan langsung dan bebas disaksikan dan didengar oleh masyarakat Huta. Sopo Godang tersebut dipergunakan oleh Raja dan tokoh-tokoh Na Mora Na Toras sebagai wakil rakyat untuk "tempat mengambil keputusan-keputusan penting dan tempat menerima tamu-tamu terhormat". Sesuai dengan itu, maka bangunan adat tersebut diagungkan dengan nama Sopo Sio Rancang Magodang inganan ni partahian paradatan parosu-rosuan ni hula dohot dongan (Balai Sidang Agung tempat bermusyawarah/mufakat, melakukan sidang adat dan tempat menjalin keakraban para tokoh terhormat dan para kerabat). Biasanya di dalam bangunan ini ditempatkan Gordang Sambilan yaitu alat musik tradisional Mandailing yang dahulu dianggap sakral.


(sopo godang)
Setiap Bagas Godang yang senantiasa didampingi oleh sebuah Sopo Godang harus mempunyai sebidang halaman yang cukup luas. Oleh kerana itulah maka kedua bangunan tersebut ditempatkan pada satu lokasi yang cukup luas dan datar dalam Huta. Halaman Bagas Godang dinamakan Alaman Bolak Silangse Utang (Halaman Luas Pelunas Hutang). Sesiapa yang mencari perlindungan dari ancaman yang membahayakan dirinya boleh mendapat keselamatan dalam halaman ini. Menurut adat Mandailing, pada saat orang yang sedang dalam bahaya memasuki halaman ini, ia dilindungi Raja, dan tidak boleh diganggu-gugat.

Sesuai dengan fungsi Bagas Godang dan Sopo Godang, kedua bangunan adat tersebut melambangkan keagungan masyarakat Huta sebagai suatu masyarakat yang diakui sah kemandiriannya dalam menjalankan pemerintahan dan adat dalam masyarakat Mandailing.

Karena kedua bangunan tersebut dimuliakan dalam kehidupan masyarakat. Adat istiadat Mandailing menjadikan kedua bangunan adat tersebut sebagai milik masyarakat Huta tanpa mengu-rangi kemulian Raja dan keluarganya yang berhak penuh menem-pati Bagas Godang. Oleh kerana itu, pada masa lampau Bagas Godang dan Sopo Godang maupun Alaman Bolak Silangse Utang dengan sengaja tidak berpagar atau bertembok memisahkannya dari rumah-rumah penduduk Huta.

Bagas (rumah)
Sopo (pondo-pondok)
Godang (besar)
Alaman (halaman)
Bolak (luas)
Huta (kampung)




SILSILAH MARGA LUBIS

Selama berabad-abad lamanya dan sampai sekarang masyarakat Mandailing mempercayai bahawa Namora Pande Bosi adalah nenek moyang orang-orang Mandailing yang bermarga Lubis.

Menurut legendanya, Namora Pande Bosi (Daeng Mela) berasal dari Bugis di Sulawesi Selatan. Dalam pengembaraannya dia sampai ke satu tempat yang bernama Sigalangan Mandailing Natal (Pemekaran dari Kab. Tapanuli Selatan). (Dalam tarombo marga Lubis yang disusun oleh Raja Junjungan pada tahun 1897, ada juga tercatat bahwa nama isteri Namora Pande Bosi ialah Boru Dalimunte Naparila, artinya puteri Dalimnte yang pemalu). Daeng Mela yang kemudian digelari Na Mora Pande Bosi adalah seorang pahlawan. Pada waktu Malaka jatuh ke tangan Portugis, Daeng Mela mundur, dan ingin kembali ke negrinya Bugis. Namun dia harus menempuh jalan darat demi keselamatan dirinya sendiri. Dia memulai perjalanan dari Labuhan Ruku dan sampai di Negeri Baru, yang sama ini terkenal sebagai pelabuhan besar.

Di sana Daeng Mela melapor kepada Raja Hatongga, dan menceritakan kepandaiannya sebagai pandai besi, sekaligus mendemonstrasikan bagaimana cara membuat cangkul, kampak, bajak, parang, tombak dan macam-macam lagi. Caranya bekerja bukanlah seperti orang biasa, besi yang sudah dibakar bisa dibengkokkan dan ditipiskan tanpa alat, cukup dengan menggunakan tangannya

Raja Hatongga sangat heran, dan takjub. Akhirnya Daeng Mela sangat disegani di kampung itu, sampai raja merestui perkawinannya dengan adik perempuan Raja, yang bernama Lenggana. Sesuai dengan adat Tapanuli Selatan, maka Daeng Mela diberi marga yaitu Lubis. Daeng Mela kini berganti nama menjadi Na Mora Pande Bosi Lubis. Sebagai maharnya, Na Mora Pande Bosi Lubis hanya memberi tiga helai kain tenun petani. Demikianlah kedua insan ini membentuk keluarga di Lobu Hatongga dengan sebidang tanah, dan perumahan yang diberikan raja Mereka cukup berbahagia setelah lahir putra kembar, yaitu Sultan Bugis, dan Sultan Berayun.

Suatu ketika Na Mora Pande Bosi Lubis pergi berburu ke tempat yang lebih jauh dari sebelumnya, di Hamaya Tonggi yang terkenal angker. Sampai enam kali dia menyumpit burung, kena dan jatuh ke tanah, namun tak pernah jumpa. Begitu pula pada penyumpit yang ke tujuh kali membuat dia kesal dan marah. Tiba-tiba muncullah seorang gadis cantik terjadilah dialog. Na Mora Pande Bosi Lubis begitu terpesona melihat gadis itu, akhirnya dia mengikuti gadis tadi sampai ke tempat tinggalnya, dan keduanya menjadi suami istri.

Kerajaan Hatongga menjadi heboh, raja memerintahkan semua orang untuk mencari Na Mora Pande Bosi Lubis. Terakhir gong sakti dipukul (dibunyikan) Na Mora Pande Besi Lubis sadar, dan dia kembali pulang menemui istrinya dengan membawa keris tidak bersarung lagi.

Di negeri bunian istri kedua. Na Mora Pande Bosi Lubis melahirkan anak kembar diberi diberi nama Si Langkitang dan Si Baetang. Setelah besar, kedua anak ini pergi mencari ayahnya sesuai dengan petunjuk ibunya, dan ternyata impian mereka terkabul. Keluarga Na Mora Pande Bosi menerima kedua anak itu sebagai anggota keluarga, sama seperti anaknya kandung.

Suatu ketika terjadi perkelahian antara Sultan Bugis dengan Si Langkitang, gara-gara berebut putri paman, yang akhimya dimenangkan oleh Si Langkitang. Karena mereka saling berkelahi, maka sang ibu membela anak kandungnya, selia menyuruh kedua anak itu pergi. Kedua anak itu pergi, dan mereka sampai di Singengu.

Singengu adalah daerah pegunungan yang tinggi dari apabila menatap dari puncaknya, masih tampak Lobu Hatongga. Di sana dengan suara yang keras si Langkitang bersumpah agar keluarga Na Mora Pande Bosi Lubis di Lobu Hatongga akan punah. Semua keturunan Si Langkitang dan Si Baitang yang menyebar di seluruh tanah Mandailing dan di tempat-tempat lain dikenali sebagai orang-orang Mandailing yang bermarga Lubis.

Tarombo (silsilah)


28 Juli 2009

MARGA-MARGA DI MANDAILING

Orang-orang Mandailing mengelompokkan diri mereka dalam beberapa marga, sebagai keturunan daripada seorang tokoh nenek moyang. Masing-masing kelompok marga mempunyai seorang tokoh nenek moyangnya sendiri yang “berlainan asal”. Pendek kata, masyarakat Mandailing merupakan kesatuan beberapa marga yang berlainan asalnya.

Silsilah keturunan itu dinamakan tarombo dan sampai sekarang masih banyak disimpan oleh orang-orang Mandailing sebagai warisan turun-temurun yang dipelihara baik-baik. Melalui tarombo, orang-orang Mandailing yang semarga mengetahui asal-usul dan jumlah keturunan mereka sampai ini hari. Melalui jumlah keturunan dapat diperhitungan sudah berapa lama suatu kelompok marga mendiami wilayah Mandailing.

Marga dapat dirumuskan sebagai “kelompok orang yang dari keturunan seorang nenek moyang yang sama, dan garis keturunan itu diperhitungkan melalui bapa atua bersifat patrilineal. Semua anggota marga memakai nama marga yang dipakai/dibubuhkan sesudah nama sendiri misalnya ”Moammar Khadafi Lubis”, dan nama marga itu menandakan bahwa orang yang menggunakannya mempunyai nenek moyang yang sama. Mungkin tidak dapat diperinci rentetan nama para nenek moyang yang menghubungkan orang-orang semarga dengan nenek moyang mereka, sekian generasi yang lalu, namun ada suatu keyakinan bahwa orang-orang yang menggunakan nama marga yang sama terjalin hubungan darah, dan salah satu pertandanya adalah larangan kahwin bagi wanita dan pria yang mempunyai nama marga yang sama”.

Nama marga-marga yang terdapat di Mandailing pada umumnya tidak muncul serentak. Kebiasaannya nama marga muncul dan mulai dipakai pada keturunan ketiga setelah nenek moyang bersama. Ini mungkin kerana pada generasi ketiga keturunan seorang nenek moyang mulai banyak jumlahnya sehingga mereka mulai memerlukan suatu nama identitas yaitu nama marga. Diperkirakan di Mandailing terdapat 13 marga, yaitu :
- Lubis
- Nasution
- Hasibuan
- Matondang
- Rangkuti
- Batu Bara
- Mardia
- Parinduri
- Tanjung
- Pulungan
- Daulae
- Lintang
- Dalimunte

Lumrahnya setiap marga mempunyai nenek moyang yang sama. Tetapi ada juga sejumlah marga yang berlainan nama tetapi mempunyai nenek moyang yang sama. Misalnya, marga Rangkuti dan Parinduri; Pulungan, Lubis dan Harahap; Daulae Matondang serta Batu Bara. Melalui tarombo atau silsilah keturunan dapat diketahui nenek moyang bersama sesuatu marga. Dan dari jumlah generasi yang tertera dalam tarombo dapat pula diperhitungkan berapa usia suatu marga atau sudah berapa lama suatu marga tinggal di Mandailing.

Dari banyak marga tersebut, terdapat dua marga besar yang berkuasa, yang masing-masing menduduki sebuah wilayah luas yang bulat. Marga itu adalah Nasution di Mandailing Godang dan Lubis di Mandailing Julu.

MANDAILING

Mandailing merupakan nama wilayah. Suku bangsa yang mendiami sebagian Kabupaten Tapanuli Selatan dan Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara.

Istilah baku Mandailing juga dieja seperti Mengdelling, Mandahiling, Mendeheleng, Mandheling, Mandiling, Mandaling, Mendeleng, dll.Dari segi sejarah, orang Mandailing melihat jati diri mereka sebagai kelompok etnis/bangsa yang terpisah dan berbeda/berlainan dari kelompok etnis Batak di Indonesia maupun Melayu di Malaysia.

Klasifikasi sensus yang mengkategorikan Mandailing sebagai Batak di Hindia Timur Belanda dibuat atas 'dasar menyendal/mencopet' untuk memisahkan Aceh dan Minangkabau yang Islam dari 'Tanah Batak', wilayah pemisah ciptaan pemerintah kolonial. Sementara di British Malaya, orang Mandailing dikategorikan sebagai Melayu semata-mata untuk 'kesenangan pentadbiran/administratif' yang pramatis.

Sangkalon' adalah lambang keadilam dalam masyarakat Mandailing. Patung ini juga dipanggil 'si pangan anak si pangan boru' (si pemakan anak lelaki, si pemakan anak perempuan), yang melambangkannya suatu sikap atau nilai budaya bahwa demi tegaknya keadilan anak kandung sendiri harus dibunuh kalau ternyata melakukan kesalahan yang menuntut hukuman itu. Dengan perkataan lain, keadilan tidak pilih kasih.

Beberapa marga yang terdapat pada suku Mandailing adalah Lubis, Nasution, Pulungan, Batubara. Namun ada juga suku bangsa di Malaysia yang menamakan dirinya sebagai suku Mandailing terutamanya di Negeri Sembilan, tepatnya di Kg. Kerangai, Kg. Lanjut Manis dan Kg. Tambahtin, namun mereka menolak disebut bagian dari suku Batak dan mereka mengaggap Mandailing merupakan suku bangsa yang terpisah dari suku Batak.
Sebagian orang ada yang menolak dikatakan suku Mandailing bagian dari suku bangsa Batak, mereka menyatakan Mandailing merupakan suku bangsa yang terpisah dari bangsa Batak. Terjadinya perbedaan pendapat tersebut disebabkan adanya rasa perbedaan agama dimana mayoritas penduduk Mandailing adalah Islam sedangkan mayoritas agama pada sub-suku bangsa Batak lainnya adalah Kristen Protestan.

Pada tahun 1922-1926 terjadi perdebatan di Medan tentang hak orang muslim yang mengaku sebagai Batak untuk dikuburkan di tanah wakaf Mandailing di Sungai Mati, Medan. Mahkamah Syariah Deli memutuskan hanya orang Mandailing yang berhak dikuburkan pada tanah wakaf tersebut. Peristiwa ini dianggap oleh sebagian orang sebagai salah satu pengukuhan terhadap perbedaan identitas orang Mandailing dan Batak Sultan Deli pada orang Mandailing.

Dikutip dari http://mandailing.org


27 Juli 2009

Jalan Kaki Bisa Jinakan 9 Penyakit

STUDI dalam beberapa tahun terakhir semakin mengukuhkan bahwa berjalan tergopoh-gopoh dan bukan jalan santai memang memberi banyak manfaat bagi kesehatan kita. Inilah sembilan manfaat yang dapat diperoleh dari aktivitas jalan kaki

Serangan Jantung. Pertama-tama tentu menekan risiko serangan jantung. Kita tahu otot jantung membutuhkan aliran darah lebih deras (dari pembuluh koroner yang memberinya makan) agar bugar dan berfungsi normal memompakan darah tanpa henti. Untuk itu, otot jantung membutuhkan aliran darah yang lebih deras dan lancar. Berjalan kaki tergopoh-gopoh memperderas aliran darah ke dalam koroner jantung. Dengan demikian kecukupan oksigen otot jantung terpenuhi dan otot jantung terjaga untuk bisa tetap cukup berdegup.

Bukan hanya itu. Kelenturan pembuluh darah arteri tubuh yang terlatih menguncup dan mengembang akan terbantu oleh mengejangnya otot-otot tubuh yang berada di sekitar dinding pembuluh darah sewaktu melakukan kegiatan berjalan kaki tergopoh-gopoh itu. Hasil akhirnya, tekanan darah cenderung menjadi lebih rendah, perlengketan antarsel darah yang bisa berakibat gumpalan bekuan darah penyumbat pembuluh juga akan berkurang.

Lebih dari itu, kolesterol baik (HDL) yang bekerja sebagai spons penyerap kolesterol jahat (LDL) akan meningkat dengan berjalan kaki tergopoh-gopoh. Tidak banyak cara di luar obat yang dapat meningkatkan kadar HDL selain dengan bergerak badan. Berjalan kaki tergopoh-gopoh tercatat mampu menurunkan risiko serangan jantung menjadi tinggal separuhnya.

Stroke. Kendati manfaat berjalan kaki tergopoh-gopoh terhadap stroke pengaruhnya belum senyata terhadap serangan jantung koroner, beberapa studi menunjukkan hasil yang menggembirakan. Tengok saja bukti alami nenek-moyang kita yang lebih banyak melakukan kegiatan berjalan kaki setiap hari, kasus stroke zaman dulu tidak sebanyak sekarang. Salah satu studi terhadap 70 ribu perawat (Harvard School of Public Health) yang dalam bekerja tercatat melakukan kegiatan berjalan kaki sebanyak 20 jam dalam seminggu, risiko mereka terserang stroke menurun duapertiga.

Berat badan stabil. Ternyata dengan membiasakan berjalan kaki rutin, laju metabolisme tubuh ditingkatkan. Selain sejumlah kalori terbuang oleh aktivitas berjalan kaki, kelebihan kalori yang mungkin ada akan terbakar oleh meningkatnya metabolisme tubuh, sehingga kenaikan berat badan tidak terjadi.

Menurunkan berat badan. Ya, selain berat badan dipertahankan stabil, mereka yang mulai kelebihan berat badan, bisa diturunkan dengan melakukan kegiatan berjalan kaki tergopoh-gopoh itu secara rutin. Kelebihan gajih di bawah kulit akan dibakar bila rajin melakukan kegiatan berjalan kaki cukup laju paling kurang satu jam.

Mencegah kencing manis. Ya, dengan membiasakan berjalan kaki melaju sekitar 6 km per jam, waktu tempuh sekitar 50 menit, ternyata dapat menunda atau mencegah berkembangnya diabetes Tipe 2, khususnya pada mereka yang bertubuh gemuk (National Institute of Diabetes and Gigesive & Kidney Diseases).

Sebagaimana kita tahu bahwa kasus diabetes yang bisa diatasi tanpa perlu minum obat, bisa dilakukan dengan memilih gerak badan rutin berkala. Selama gula darah bisa terkontrol hanya dengan cara bergerak badan (brisk walking), obat tidak diperlukan. Itu berarti bahwa berjalan kaki tergopoh-gopoh sama manfaatnya dengan obat antidiabetes.

Mencegah osteoporosis. Betul. Dengan gerak badan dan berjalan kaki cepat, bukan saja otot-otot badan yang diperkokoh, melainkan tulang-belulang juga. Untuk metabolisme kalsium, bergerak badan diperlukan juga, selain butuh paparan cahaya matahari pagi. Tak cukup ekstra kalsium dan vitamin D saja untuk mencegah atau memperlambat proses osteoporosis. Tubuh juga membutuhkan gerak badan dan memerlukan waktu paling kurang 15 menit terpapar matahari pagi agar terbebas dari ancaman osteoporosis.

Mereka yang melakukan gerak badan sejak muda, dan cukup mengonsumsi kalsium, sampai usia 70 tahun diperkirakan masih bisa terbebas dari ancaman pengeroposan tulang.

Meredakan encok lutut. Lebih sepertiga orang usia lanjut di Amerika mengalami encok lutut (osteoarthiris). Dengan membiasakan diri berjalan kaki cepat atau memilih berjalan di dalam kolam renang, keluhan nyeri encok lutut bisa mereda. Untuk mereka yang mengidap encok lutut, kegiatan berjalan kaki perlu dilakukan berselang-seling, tidak setiap hari. Tujuannya untuk memberi kesempatan kepada sendi untuk memulihkan diri.

Satu hal yang perlu diingat bagi pengidap encok tungkai atau kaki: jangan keliru memilih sepatu olahraga. Kita tahu, dengan semakin bertambahnya usia, ruang sendi semakin sempit, lapisan rawan sendi kian menipis, dan cairan ruang sendi sudah susut. Kondisi sendi yang sudah seperti itu perlu dijaga dan dilindungi agar tidak mengalami goncangan yang berat oleh beban bobot tubuh, terlebih pada yang gemuk.

Bila bantalan (sol) sepatu olahraganya kurang empuk, sepatu gagal berperan sebagai peredam goncangan (shock absorber). Itu berarti sendi tetap mengalami beban goncangan berat selama berjalan, apalagi bila berlari atau melompat. Hal ini yang memperburuk kondisi sendi, lalu mencetuskan serangan nyeri sendi atau menimbulkan penyakit sendi pada mereka yang berisiko terkena gangguan sendi.

Munculnya nyeri sendi sehabis melakukan kegiatan berjalan kaki, bisa jadi lantaran keliru memilih jenis sepatu olahraga. Sepatu bermerek menentukan kualitas bantalannya, selain kesesuaian anatomi kaki. Kebiasaan berjalan kaki tanpa alas kaki, bahkan di dalam rumah sekalipun, bisa memperburuk kondisi sendi-sendi tungkai dan kaki, akibat beban dan goncangan yang harus dipikul oleh sendi.

Depresi. Ternyata bergerak badan dengan berjalan kaki cepat juga membantu pasien dengan status depresi. Berjalan kaki tergopoh-gopoh bisa menggantikan obat antidepresan yang harus diminum rutin. Studi ihwal terbebas dari depresi dengan berjalan kaki sudah dikerjakan lebih 10 tahun.

Kanker juga dapat dibatalkan muncul bila kita rajin berjalan kaki, setidaknya jenis kanker usus besar (colorectal carcinoma)
. Kita tahu, bergerak badan ikut melancarkan peristaltik usus, sehingga buang air besar lebih tertib. Kanker usus dicetuskan pula oleh tertahannya tinja lebih lama di saluran pencernaan. Studi lain juga menyebutkan peran berjalan kaki terhadap kemungkinan penurunan risiko terkena kanker payudara. (kompas..com)

16 Juli 2009

Olahraga Murah yang Menyehatkan

JALAN kaki diklaim dapat menyehatkan jantung, karena jalan kaki secara teratur dapat menurunkan risiko hipertensi, yaitu salah satu faktor pencetus penyakit jantung.

Berikut beberapa hal yang harus diperhatikan agar jalan kaki yang dilakukan memiliki dampak yang baik bagi tubuh.

30 Menit

Aktivitas jalan kaki memang baru bisa disebut olahraga jika dilakukan secara kontinu, minimum 30 menit setiap harinya. Untuk latihan jantung, perhitungan zona latihannya adalah 60-80 persen dari denyut nadi maksimum.

Perhatikan Kecepatan

Sebaiknya intensitas jalan kaki ditambah secara bertahap, baik itu kecepatannya, jarak tempuhnya, waktu dan juga medannya (misalnya jalan yang menanjak atau menurun). Latihan pun bisa dimulai dari seminggu sekali, seminggu dua kali, seminggu tiga kali, sampai nantinya bisa dilakukan setiap hari.

Perhatikan Kondisi Tubuh

Jika seseorang sedang menderita nyeri punggung, jalan kaki dengan kecepatan rendah yang stabil dan seimbang justru akan menjaga dan meningkatkan kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari, sambil turut mengurangi kecenderungan timbulnya nyeri punggung di kemudian hari.

Lakukan Pemanasan

Sebelum berolahraga dengan cara jalan kaki, lakukan peregangan atau pemanasan secara perlahan dan lembut untuk meregangkan otot dan sendi-sendi agar terbiasa dengan gerakan berjalan kaki.

Cek Gula Darah

Sebelum dan sesudah berjalan kaki, cek kadar gula darah Anda. Jika terlalu rendah, di bawah 100 mg/dl, Anda harus menambah asupan karbohidrat sekitar 15-30 gram. Jika terlalu tinggi, di atas 200 mg/dl, maka sebaiknya tunda dulu olahraga Anda sampai kadar gula darahnya turun.

Pakai Sepatu yang Nyaman.

Gunakanlah sepatu dan pakaian olahraga yang nyaman dan melindungi tubuh. Sangat disarankan untuk menggunakan pakaian yang longgar, dan Anda bisa memakai beberapa lapis pakaian untuk meningkatkan suhu tubuh. Sebaiknya hindari bahan pakaian dari karet karena menghalangi menguapnya keringat.

14 Juli 2009

Membuat Impian Jadi Kenyataan


Apakah Anda bertanya-tanya mengapa ada orang-orang yang sepertinya selalu berada di tempat yang tepat, di saat yang tepat, menikmati keberuntungan besar, kesehatan, pasangan ideal, anak-anak yang bahagia, dan mencapai sukses lebih besar dibandingkan yang bisa dibayangkan orang-orang biasa?


Pernahkah Anda bertanya-tanya, apa yang membuat mereka begitu “beruntung” atau terhubung dengan baik? Orang-orang yang menikmati tingkat kehidupan yang tinggi dan mewujudkan impian serta tujuan mereka sampai ke potensi yang sepenuh-penuhnya telah memasuki salah satu prinsip paling tua dan berpengaruh untuk menjalani hidup yang penuh dan utuh–Hukum Tarik-Menarik.

Buku ini mengajarkan apa yang perlu Anda ketahui tentang menjalankan Hukum Tarik-Menarik dan cara menciptakan sukses pribadi Anda melalui konsep-konsepnya.

06 Juli 2009

Tips Bekerja Sehat Dengan Komputer


Bila kita tanya, apa saja hal yang menarik bagi para penggandrung komputer? Pasti mereka akan menjawab: kecepatan, keamanan, dan reliabilitas. Sayangnya, kebanyakan dari computer geeks kurang terlalu memperhatikan bagaimana posisi terbaik saat mereka sedang bekerja di muka komputer.

Padahal secepat atau seaman apapun komputer mereka, akan menjadi kontraproduktif bila posisi tubuh mereka salah, saat bekerja di depan komputer.

Berikut ini hal-hal penting yang harus diperhatikan:

Posisi duduk
- Posisi paha horizontal, sejajar dengan lantai
- Posisi telapak kaki menapak ke tanah. Bila tidak, berarti posisi duduk Anda terlalu tinggi
- Bantalan kursi menopang punggung bagian bawah, sehingga punggung tetap tegak
- Rubah posisi duduk Anda secara berkala selama bekerja, karena duduk dalam posisi yang tetap dalam jangka waktu lama bisa menyebabkan ketidaknyamanan
- Punggung santai tapi tidak membungkuk
- kepala tak membungkuk atau terlalu condong ke depan

Monitor 

-Pastikan layar monitor dalam kondisi bersih, sehingga tak ada noda yang menghalangi pandangan mata
-Atur setelan brighthness dan kontras layar secukupnya sehingga nyaman bagi mat
-Atur posisi tak layar monitor agar tak memantulkan cahaya yang menyilaukan mata
-Atur posisi bagian atas layar sejajar atau sedikit di bawah pandangan mata
-Jarak antara mata ke layar antara 50-60 cm

Posisi Meja
- Letakkan keyboard pada posisi yang membuat lengan terasa rileks
- Posisi siku dengan meja membentuk sudut 90 derajat
- Pergelangan tangan pada posisi netral, lurus dan nyaman
- Saat mengetik, pergelangan tangan berada pada posisi yang tetap, namun bisa menjangkau tombol keyboard dengan jari
- Tempatkan tetikus/ mouse dekat dengan keyboard, sehingga tak perlu menggerakan tangan terlalu jauh untuk meraihnya



30 Juni 2009

Berhenti Mengigit Kuku

NTAH mengapa, masih banyak orang melanjutkan kebiasaan menggigiti kuku tangannya hingga dewasa. Padahal, menurut penelitian, kebiasaan buruk menggigiti kuku jari, bisa merusak inteligensi atau kemampuan intelektual anak-anak.

Para peneliti Rusia menyatakan anak-anak yang rajin mengunyah kuku tangannya, berisiko besar mengalami keracunan timah. Mengapa bisa terjadi? Timah dengan mudah menumpuk di bawah kuku, ketika anak-anak bermain di tempat berdebu, baik itu di dalam rumah maupun di luar rumah.

Telah lama diketahui, paparan timah pada tubuh manusia punya kontribusi besar terhadap problem perkembangan anak-anak. Penelitian yang dilakukan sebelumnya, menunjukkan timah bisa menyebabkan kerusakan sistem saraf.

Timah, dengan gampang ditemui di dalam tanah dan debu. Kadang-kadang bisa dijumpai pula pada buah-buahan atau sayuran yang tidak dicuci dengan baik. Itulah mengapa di dalam tubuh anak-anak sering dijumpai bahan-bahan kimia dalam kadar cukup tinggi.

Selain anak-anak yang suka menggigiti kuku, kaum lelaki yang bekerja sebagai tukang patri, tukang ledeng, tukang cat, dan bekerja di lingkungan percetakan, berisiko pula terpapar timah di tempat kerjanya.

Para peneliti dari Ural Regional Center for Enviromental Epidemiology, Ekaterinburg melakukan penelitian terhadap anak-anak yang tinggal di beberapa kota di wilayah Ural. Mereka menemukan 2 dari 3 anak-anak di tempat tersebut memiliki kadar timah cukup tinggi dalam tubuhnya.

Tinggi rendahnya kadar timah bervariasi, tergantung apakah anak-anak itu tinggal di rumah yang terletak di pinggir jalan besar dan berdebu ataukah mereka punya kebiasaan bermain dengan tanah, salju atau cat.

Namun, satu hal pasti, terdapat kaitan erat antara tingginya kadar timah dalam tubuh anak-anak itu dengan kebiasaan mereka menggigiti kukunya. Sebanyak 69 persen anak perempuan, dan 62 persen anak laki-laki yang dilibatkan dalam penelitian ini memiliki kebiasaan menggigiti kukunya, atau benda-benda lain seperti pensil.


KETIKA BURUNG DARA JADI JURNALIS

TERNYATA, di zaman Nabi sudah ada kegiatan pemberitaan. Hanya saja, kegiatan itu abstrak. Namun, beritanya jelas dan bisa dipercaya. Itu terjadi saat Nabi Nuh AS mendapat cobaan banjir besar selama lebih dari sebulan. Pengikut nabi ketika itu berada di dalam kapal yang jauh hari sudah dipersiapkan Nabi Nuh AS. Nabi Nuh AS memanfaatkan burung dara untuk mencari tahu keadaan banjir besar tersebut.

Ini membuktikan bahwa kegiatan jurnalistik sebenarnya sudah lama dikenal manusia di dunia. Kegiatan itu selalu hadir di tengah-tengah masyarakat, sejalan dengan kegiatan pergaulan yang dinamis, terutama sekali dalam masyarakat modern saat ini.

Dari sejarah peradaban manusia, kita kenal orang Yunani beribu tahun sebelum masehi menggunakan nyala obor sebagai isyarat (berita) yang dapat dilihat oleh rekannya yang berada jauh dari tempatnya.

Sedangkan orang-orang Indian menggunakan asap untuk mengirimkan informasi kepada rekan-rekannya yang jauh darinya. Ada pula dengan mengorek sebatang kayu agar berbunyi bila dipukul, dan bunyinya dapat didengar dari jauh.

Nabi Nuh AS ketika di dalam kapal bersama umatnya saat banjir bah besar yang diturunkan oleh Allah SWT, memanfaatkan burung dara keluar kapal untuk meneliti air dan mencari tau tentang kemungkinan adanya makanan. Sebab sudah 40 hari mereka masih di dalam kapal, sementara persediaan mereka semakin menipis.

Ketika itu burung dara hanya menemukan ranting pohon zaitun yang muncul kepermukaan. Ranting itu dipatuk oleh burung dara dan dibawanya ke kapal. Atas dasar kembalinya burung dara dengan membawa ranting itu, Nabi Nuh AS menyimpulkan bahwa air sudah mulai surut, namun permukaan bumi tertutup air, sehingga burung dara itu tidak menemukan tempat beristirahat. Inilah kabar yang dibawa oleh burung dara tersebut ke Nabi Nuh AS.

Sedangkan di Indonesia, kini masih menggunakan kentungan untuk memberitahu orang-orang akan adanya bahaya atau peristiwa-peristiwa tertentu yang perlu diperhatikan. Misalnya, digunakan oleh petugas ronda dan sebagainya.

Jadi secara sederhana, berita adalah apa yang disampaikan oleh seseorang, baik itu sebuah alat maupun gerak-gerik maupun melalui pembicaraan langsung kepada orang yang dituju. Sedangkan pengertian berita secara populer adalah segala sesuatu yang disampaikan tepat waktu, yang menarik sejumlah pembaca dan berita yang terbaik yaitu, berita yang paling menarik perhatian bagi jumlah pembaca yang paling banyak.  

Di sini saya mengambil kesimpulan bahwa sebagai seorang wartawan yang profesional yang setiap hari bergelut dengan pemberitaan harus jujur dan tidak mengada-ada dalam membuat, meliput dan menyajikan pemberitaannya. Hindari beropini, bila opini dalam pemberitaan benar-benar tidak memiliki kekuatan. Masalahnya, opini yang tidak memiliki kekuatan akan membawa malapetaka terhadap wartawan dan perusahaan pers yang bersangkutan. Burung dara dalam hal ini, bertindak jujur memberi kabar tentang banjir kepada Nabi Nuh AS.

Perlindungan
Terhadap wartawan agar menguasai kode etik jurnalistik dan Undang-undang No: 40/1999 tentang Pers. Sebagai wartawan harus memiliki etika dalam menjalankan tugas-tugasnya. Tergelincir saja dalam pembuatan berita atau sedikit beropini, maka masyarakat bisa saja merasa dirugikan dengan tuduhan pencemaran nama baik.

Masyarakat sekarang sudah cerdas dan kritis. Mereka merasa dirugikan dengan pencemaran nama baik, maka wartawan dilaporkan ke kepolisian dengan ancaman pasal 310 dan 311 KUH Pidana. Namun demikian, wartawan yang bertugas juga memiliki payung hukum yakni Undang-undang No: 40/1999 Tentang Pers.

Dimana UU No: 40/1999 memberikan perlindungan kepada wartawan dan dan kepeningan masyarakat yang dirugikan atas pemberitaan. Ini semua dilakukan untuk kepentingan bersama agar sebuah kasus tidak berlanjut ke pengadilan. Seperti ditegaskan dalam pasal 4 ayat (1) kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara, pasal (2) terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pemberedelan atau pelarangan penyiaran, ayat (3) untuk menjamin kemerdekaan pers, maka pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.

Begitupula dalam pasal 5 ayat (1) ditegaskan, pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah, ayat (2) pers wajib melayani hak jawab, ayat (3) pers wajib melayani hak koreksi.

Dalam pasal 18 jelas-jelas ditegaskan, ayat (1) setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan pasal 4 ayat (2) dan (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp500 juta.

Sebaliknya, dalam ayat (2) ditegaskan pula, perusahaan pers yang melanggar ketentuan pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp500 juta.

Nah, begitu pentingnya UU No: 40/1999 sebagai payung hukum wartawan dan kepentingan masyarakat. Oleh karena itu, selesaikan permasalahan pemberitaan pers dengan menggunakan mekanisme jurnalistik.