10 Februari 2009

Kumpulan Cerita Batak

Anjing dan Taik
Konon kabarnya, T.D. Pardede–konglomerat Sumatera Utara di tahun 60-an itu–pernah marah besar kepada seorang pemain bolanya karena membuat blunder dan menyebabkan Pardedetex–kesebelasan kebanggaannya itu–kalah.
“Anjing kau,” katanya, lalu mengumbar berbagai kekesalan hatinya kepada si pemain.
Seorang pembantu “Pak Ketua” terkejut mendengar ucapan itu dan berkata, “Pak, janganlah sekasar itu. Janganlah sebut dia anjing..”
T.D. Pardede balik melotot kepada pembantunya dan berkata, “Sudah bagus dia kubilang anjing. Kalau kubilang taik? Dimakan anjinglah dia…”

Dunhil
Seorang pemuda Batak, dengan penuh percaya diri, mendongakkan kepala dari jendela mobilnya, hendak membeli sebungkus rokok “Dunhill” dari pedagang di pinggir jalan.
“Hei, tolong dulu kasi sebungkus ‘dunhil’…” katanya dengan mantapnya.
“Mas,” kata si pedagang rokok mengoreksi. “Bilangnya bukan ‘dunhil’, tapi ‘danhil’…”
Si pemuda Batak melotot lalu berkata, “Hah, sudah bagus kubilang ‘dunhil’. Kalau kubilang ‘hildun’; mau apa kau?!”

Orang Medan yang Edan
Ginting, seorang profesional asal
Medan yang agak tuli baru pertama kali
datang ke Jogja.
Pada suatu hari ia ingin sekali minum
minuman khas daerah Jogja, yaitu dawet
(cendol).
Ginting : “Mbak, beli dawetnya!”
Mbak : “Sampun telas mas!” (sudah
habis mas….)
Ginting : “Iya, memang harus pake gelas…!”
Mbak : “Mboten wonten mas!” (nggak ada mas…)
Ginting : “Bétul, memang saya suka pake santen…”
Mbak : (Dengan nada kesal) “Dasar sinting !!!”
Ginting : “Lho, koq tau nama saya Ginting…?”
Mbak : (Tambah kesal) “Dasar wongedan!”
Ginting : “Wah, mbak bétul lagi..saya memang dari Medan !”
Mbak : (Sambil menggerutu) “Dasar wong ora duwe otak..!!”
Ginting : “Bénar, bénar saya memang orang Batak !”
Mbak : “Iki wong budeg ya….!!!!”
Ginting : “Selain cendol saya memang suka gudeg.”
Kesusu
Tersebutlah cerita, si supir truk berpelat nomor BB itu berkenalan dengan seorang gadis Solo, tetangga si pedagang cendol. Hari pertama berkenalan, si supir sudah memberanikan diri mengajak si gadis kencan mengunjungi pasar malam.
Sementara berjalan berdekatan, si supir–yang sudah mabuk kepayang– langsung saja menaruh tangannya di pinggang si gadis.
“Ojo kesusu lho, Mas?!” kata si gadis dengan tersipu-sipu malu dan wajah merah padam.
“Akh,” kata si supir, “Pinggangnya yang kupegang….susu kata kau…”
Tak Enak Badan
Walau pun pengetahuan Bahasa Inggerisnya sangat pas-pasan, tapi Purnama gadis Batak yang hitam manis itu nekad juga menjalin
hubungan dengan George Wallace, turis “backpacker” asal Australia yang ramai datang ke Parapat itu.
Dari sekedar pandang-pandangan dari jauh, hubungan mereka berlanjut ke taraf jalan-jalan berduaan.
Suatu hari si turis Australia mengajak Purnama untuk menonton filem di bioskop. Tapi sayang, kebetulan hari itu gadis tersebut
sedang “tak enak badan” karena flu. Ia tidak tahu apa kata Bahasa Inggeris yang paling tepat untuk “tak enak badan”. Tapi dasar nekad, ia beranikan juga menolak ajakan itu dalam Bahasa Inggeris yang “mantap’: “Oh, not today, dear. Today my body is not so
delicious….”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar